Kamis, 30 Oktober 2014

RUMAH ADALAH SURGA

                Aku membelai lembut dahi ayahku, ia terduduk dan menghirup udara sekelilingnya dengan sesuka hatinya. Ia sudah semakin menua dan tidak setampan dahulu,
“ambilkan ayah air,..
“mungkin pondasinya tidak akan roboh lagi, sudah ayah ganti dengan bambu yang baru, akan cukup bertahan lama untuk menahan atapnya”
“baik ayah, aku ambilkan air dulu ke dalam”
                Benar, rumahku memang seadanya, aku, ibu serta adik adikku dan ayah tinggal bersama di tengah ladang sewaan ayah dari pak haji pemilik yayasan sekolah dasar di kampungku, kami sudah berpuluh tahun menempati tanah ini dan berpuluh kali menggati pondasi rumah dengan bambu yang baru. Ayah dan ibu memang orang yang se-adanya, lemah lembut dan penuh kasih sayang. Kedua orang tuaku hanya tamat sekolah dasar, tapi mereka menanamkan moral dan etika yang amat baik padaku dan adik adikku. Dari sekian rumah yang aku jalani di kota, rumahku adalah surga terbaik yang aku tinggali selama aku hidup. Ini bukan masalah rumah dan pondasinya, namun berjuta damai yang kurasakan setiap aku kembali ke rumah pondasi bambu ini.
Ini hanya sebagian terkecil yang ada dalam rumahku, poin penting dalam cerita ini adalah bagaimana sebenarnya aku menyadari bahwa rumah ku adalah surga ter-indah yang aku miliki dalam hidupku,
Aku berasal dari desa, dan mencari nafkah di kota. Ayah bilang dikota lebih nikmat daripada harus tinggal bersamanya di desa dengan menatap bukit dan hamparan ladang di sekitar rumah surgaku. Akhirnya aku memutusan untuk mengelana ke kota dan mencari ilmu. Dalam pencarian itu, aku tinggal di beberapa tempat untuk sekedar menumpang hidup bahkan berkunjung ke rumah sanak saudaraku. Sebagian ada yang memperlakukan ku dengan sewajarnya, dan sebagian memperlakukanku dengan se-enaknya, begitulah hidup dirantau. Dari sekian banyak rumah rumah yang kujalani, suatu ketika aku dikejutkan oleh satu hal yang selama ini aku anggap sepele sebelum menyadari semua hal tentang rumah surgaku, aku mengangagap bahwa rumah adalah defenisi rumah yang se-adanya di kamus bahasa indonesia, namun satu hal ini menjawab defenisi rumah yang sebenarnya..,,
Hari itu sudah senja, aku sedang dalam perjalanan pulang ke kontrakan ku. Saat baru saja melangkah untuk memulai perjalanan pulang, teman ku mengajakku untuk menginap dirumahnya satu malam. Ini sudah kesekian kalinya aku dapat ajakan darinya untuk menginap di rumahnya, alasannya agar “ada teman” dirumah untuk satu malam saja, tapi aku selalu menolak, karna aku pikir itu hanya untuk kepentingannya saja. Namun kali ini berbeda, ia mengajakku ke rumahnya untuk menghabiskan waktu se-malam bersamaku dengan banyak bercerita, aku segera menyetujuinya karna kebetulan aku juga sedang bosan di kontrakan. Dalam perjalanan kerumahnya, Nia bercerita banyak hal padaku, yah namanya adalah nia, kami memang sangat akrab bahkan sangat dekat. Dua puluh lima menit perjalanan di jalan tol, akhirnya sampailah di perumahan elite yang terkenal di bogor dan sampailah kami dirumahnya. Ia turun dari mobil dan menarikku segera masuk ke dalam rumahnya,
“ayooo,, lelet amat sih lo”
“yailah, santai aja kali,,, pan gua juga lagi mau turun nih, eh pagarnya gimana nh? Kagak dikunci ama lo?”
“oh iyah,, bentar gue kunci dulu” nia berlari kecil dan segera mengunci pagar rumahnya.
“eh..rumah segede ini kagak ada pembantu apa? Kan repot kalo harus lo yang ngerjain sendiri”
“ini bukan rumah, ini istana,, hahhaha,, kagak,, gue manggil pembatu kalo lagi butuh aja” sahut nia begajulan.
Dia memang wanita cantik dengan sikap apa adanya, ternyata dia orang kaya berat. Tidak di sangka sangka dia adalah anak yang besar dengan keadaan yang serba ada.
“bengang, bengong aje lo.. ayo masuk”
“bokap ama nyokap lo mana?”
“bokap ama nyokap gue jarang pulang, punya rumah masing masing,, yah kayak yang difilm film gitu deh, punya pasangan masing masing, punya kesibukan masing masing, yah pokoknya gitu deh, gue ge pusing ngurusinnya”
“oh udah cerai,,?”
“pisang ranjang say, udah ah,, gue tuh ngajakin lo kerumah bukan mau ngurusin nyokap bokap gue, tapi mau seneng seneng... yuk ah..”
Malam itu kami banyak bercerita, banyak tertawa, banyak menagis. Kami menceritakan cerita kami masing masing, saling mengasyikkan dengan cerita cerita lucu masing masing, di akhir pembicaraan, aku menayakan satu hal yang membuatku penasaran..,
“bokap ama nyokap lo pisah ranjang kenapa?”
“yaelah,, nanyanya ke situ? Kenapa sih? Kan gue bilang jangan ngebahas nyokap bokap gue, bahas yang lain ah”
“ih.. gue penasaran”
“emang kenapa sih?”
“gue itu belum pernah berkunjung kerumah segede ini, dan ketemu anak orang kaya se-begajulan kayak lo,, makanya cerita”
“yaudah deh, tapi singkatnya aja yah...”
“iyah, yang penting cerita,, kenapa sih emang?
“nyokap bokap gue itu cuma bisa ngebangun rumah dan pondasinya, tapi untuk menjadikan rumah itu berarti buat gue dan ade gue mereka ga faham bahkan nga ngerti sama sekali,,”
“hah..,, tunggu dulu, lo punya ade? Ko gue ngak pernah liat dan ngak pernah tau kalo lo punya ade”
“yaiyalah... kan gue ngak pernah cerita kalo ade gue itu mati karna OD, dirumah ini dan dikamr dia sendiri ama pacarnya”
                Ternyata adiknya nia adalah anak laki laki satu satunya yang dilahirkan dikeluarga besar nia dan meninggal karna Over Dosis bersama dengan pacar laki lakinya dikamarnya sendiri. Adiknya adalah penyuka sesama jenis, dan pengkomsumsi akut narkoba. Kedua orangtuanya pisah ranjang setelah kematian adiknya dan kumpul kebo bersama pasangannya masing masing. Nia adalah wanita dewasa yang mandiri dan kuat, ayah dan ibunya jarang menjeguknya karna dianggap sudah dewasa dan bisa menyewa pembantu sesuka hatinya.
“penyebab utama ade gue OD dan homo bukan karna gue adalah anak konglomerat, tapi karna gue dan ade gue dilahirkan dari pasangan yang tidak bermoral”
“maksudnya...?”
“awalnya kita baik baik aja, tapi suatu ketika bokap gue pulang dengan membawa secarik kertas dengan pernyataan bahwa bokap gue diangkat jadi direksi utama dan sudah berpindah agama, bokap gue pindah agama karna dia diangkat sebagai direksi utama perusahaan itu. Awalnya nyokap gue nangis dan ngak mau terima, tapi setelah kejadian itu, nyokap gue biasa aja setelah rumah ini dipersembahkan oleh bokap gue ke nyokap. Gue masih kelas dua smp, gue masuk rumah ini serasa masuk istana, awalnya gue senang, namun setelah beberapa tahun kemudia, rumah ini kayak sebuah gua yang gelap dan bau buat gue”
“lhoo.. kenapa?”
“karna pondasi rumah ini dibagun dengan nafsu, bukan dengan damai. Setelah rumah ini ada, bokap gue jadi jarang pulang kerumah, seisi rumah tiba tiba jadi ateis, tidak tentu arah. Nyokap gue akhirnya ikut perkumpulan tante tante girang karna kesepian, ade gue ikut geng geng motor dan kenal narkoba, dan gue jadi cewe blangsatan yang ngerusak rumah tangga orang. Sejak saat itu, gue meridukan rumah gue yang dlu untuk mengubah hidup gue, dan sampe sekarang gue ngak pernah bisa balik lagi kerumah itu.”
“dan lo sekarang baik baik aja kan?”
“bukan Cuma rumah ini yang rusak, gue juga sama rusaknya, karna terlalu banyak kesalahan dan kekacauan yang membutakan mata hati gue, nyokap, bokap, dan ade gue”
Dan satu kalimat yang membuat ku tersadar dan tersanjung, hingga akhirnya aku menyadari bahwa rumah desaku adalah rumah surgaku,, ina berucap dengan sayu...”rumah bukan soal pondasi dan gedungnya, tapi suasana dan kedamaian yang terjadi didalamya, karna bukan bagaimana rumah itu terlihat, tapi bagaimana rumah itu membahagiakanmu”
Ternyata benar sekali, banyak sekali orang yang tidak bahagia untuk kembali kerumah-nya sendiri, dengan banyak penyebab..
“aku tidak ingin pulang kerumah, karna aku akan bertemu dengan orang yang telah menghianatiku selama berpuluh-puluh tahun”
“aku tidak ingin pulang kerumah, karna terlalu banyak amarah dirumahku”
“aku tidak ingin pulang kerumah, karna aku akan melihat ayahku sendiri terbaring tak berdaya dengan makian ibuku karna harus membersihkan kotoran ayahku”
Akhirnya mereka mencari tempat selain rumah yang sebenarnya dan menemukan kebahagiaan semu yang hanya akan sementara, karna rumah adalah surga tempat dimana kita berbahagia dengan penghuni surga yang lain dengan penuh kedamaian dan ke-ikhlasan”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar